8/12/08

TANTE, SAMPAI BERTEMU LAGI

Sudah sejak tanggal 7 Oktober hingga 16 Oktober aku sering bolak-balik ke rumah sakit. Kadang tiap hari aku mengunjunginya. Jika aku capek sekali, aku lewatkan sehari tidak mengunjunginya dengan sedikit kecewa karena sebenarnya aku ingin sekali bersamanya. Khususnya di saat-saat ia sudah mulai sedikit membuka mata. Kakak perempuan mamaku, tanteku, sudah sekian hari terbaring di ICU kemudian dipindahkan ke IMC (Intermediate Care). Tekanan darah dan gula darah yang sangat tinggi membuatnya koma beberapa hari. Ini hari kesembilannya terbaring di IMC tanpa ada perubahan yang berarti.

Kemarin (15 Oktober), aku menengoknya dan ia membuka mata cukup lama dan aku bisa berbincang banyak dengannya. Tidak ada respons kata-kata darinya. Hanya ekspresi bibir dan air mata yang dapat kulihat. Dia tersenyum jika aku bercerita hal-hal yang lucu kepadanya. Dia menangis jika kuceritakan tentang mamaku. Dia dan mamaku sangat dekat dan dari semua saudara mereka hanya mereka berdua saja yang masih tinggal di dunia ini. Kesemua kakak dan adik mereka yang lain telah dipanggil Tuhan. Setelah itu kondisinya tiba-tiba memburuk, ia mengalami bleeding. Keesokan harinya setelah semalam bleeding, ia tampak lelah dan lemah. Aku datang mengunjunginya, mencoba mengajaknya bercerita tetapi ia tampak ingin tidur. Nafasnya tampak lebih berat. Sebelum aku pulang keadaannya lebih buruk karena ia bernafas melalui perut dan sangat tersiksa.

Malam itu aku capek sekali. Beberapa hari mengunjunginya walau hanya satu atau satu setengah jam sudah cukup membuatku lelah. Bukan hanya lelah secara fisik tetapi emosi. Bagaimanapun ia tidak pernah sakit separah ini sebelumnya. Sejak kecil aku dekat dengannya dan dengan anak-anaknya. Sepulang sekolah aku biasa mampir ke rumahnya. Rumahnya dan anak-anaknya menjadi rumah dan keluargaku yang kedua. Ia menjadi second mother untukku. Itulah mengapa emosiku juga ikut terkuras setiap kali aku mengunjunginya.

Pagi 17 Oktober, aku memulai hariku dengan agak berat. Sedikit kecewa karena hari libur sudah habis dan aku tidak bisa berlama-lama ke rumah sakit jika aku ingin bersamanya. Tiba-tiba HP-ku berbunyi. Kakak sepupuku dengan terbata-bata memberitahuku bahwa tante sudah meninggal. Walaupun sudah tahu kondisinya separah itu namun tak urung berita itu juga mengejutkanku. Sangat kehilangan. Itulah ungkapan yang bisa mewakili perasaanku. Aku tidak tahu bagaimana nantinya aku bisa menata perasaan kehilangan itu. Yang pasti setelah empat hari berlalu, aku masih merasa bahwa kehilanganku masih amat dalam.

Memikirkan ulang bagaimana aku mendampinginya walau hanya beberapa saat membuatku berpikir beberapa hal:

Pertama, ketika kita mendampingi seseorang yang sedang sakit parah, kita harus benar-benar memikirkan apa yang akan kita katakan kepada penderita. Biasanya genggaman tangan tanpa banyak bicara adalah sesuatu yang lebih menguatkan penderita. Kata-kata yang terlalu berlebihan mungkin akan membuat penderita bertambah sedih atau terluka jika tidak tepat. Jika penderita membutuhkan kata-kata, usahakan agar kita tidak membuatnya semakin terbenam dalam kesakitannya. Buatlah sejenak ia ”keluar” dari sakitnya agar ia tidak memikirkan dirinya sendiri dan sakitnya sehingga akan membuatnya semakin mengasihani dirinya sendiri. Hal ini bisa dilakukan dengan menceritakan peristiwa-peristiwa di luar dirinya. Misalkan, ceritakan tentang bagaimana kegiatan kita hari itu. Ceritakan tentang orang-orang yang ia kenal atau ceritakan cerita-cerita humor padanya. Dengan cara demikian kita sudah berempati sekaligus membuatnya tidak terpuruk dalam rasa sakitnya.

Kedua, jangan lupakan keluarga penderita. Tunjukkan empati dan perhatian kita kepada keluarganya. Bagaimanapun, mendampingi penderita sepanjang hari bukan sesuatu yang mudah dan itu sungguh sangat melelahkan. Perhatian kita kepada keluarga yang mendampingi penderita juga akan menguatkan serta menghibur bukan saja keluarga yang bersangkutan tetapi juga penderita sendiri. Berbicaralah dengan mereka. Bertanyalah jika mungkin ada hal-hal yang dapat kita lakukan untuk membantu mereka. Jika kita mampu menganalisa dengan cepat kebutuhan mereka melalui cerita mereka, kita dapat membawakan apa yang mereka butuhkan secepatnya. Hal ini bisa saja dalam bentuk buku-buku bacaan, mungkin radio atau kebutuhan kunjungan rohaniwan.

Satu hal penting yang ingin saya bagikan adalah melalui peristiwa ini saya benar-benar mengalami bahwa waktu bukan milik kita. Seringkali kita harus berlomba dengan waktu agar tidak terlambat. Sepanjang relasi saya dengan tante memang tidak ada hal-hal yang harus disesalkan, kecuali saya belum bisa memenuhi keinginannya untuk membuatkan masakan kesukaan saya karena saya belum sempat mengirimkan salah satu bahan yang dia butuhkan untuk membuat masakan tersebut. Menurut cerita sepupu saya, tante sudah menyiapkan bahan-bahan yang lain kecuali satu bahan yang ia minta dari saya dan belum sempat saya kirimkan kepadanya. Dan keinginan itu tidak pernah terpenuhi hingga akhir hidupnya. Saya kemudian berjanji pada diri saya bahwa jika waktu kehidupan masih dianugerahkan kepada saya, saya ingin benar-benar memanfaatkannya agar saya tidak dikalahkan oleh waktu itu sendiri dengan cara menyia-yiakannya. Semoga Ia, Sang Pemilik waktu itu, menolong saya.

20 Oktober 2007

No comments: