MAAFKAN AKU
Aku malu pada diriku sendiri. Amat sangat malu. Aku…. Aku… menyesal… sungguh….. amat menyesal. Aku sendiri tidak tahu mengapa dulu aku…. Mengapa dulu aku melakukan sesuatu yang tidak sepantasnya. Sekarang, apa yang harus kutanggung terasa amat berat…..Ya,… usia kandunganku hampir sembilan bulan … dan aku lari dari rumah orangtuaku bersama kekasihku. Bagaimana bapak dan emak, demikian biasa aku memanggil orangtuaku. Bagaimana Yono dan Fitri adik-adikku?
Aku, Yati, anak sulung dari tiga bersaudara. Setahun yang lalu aku lulus SMEA. Aku sadar sulitnya mencari pekerjaan saat ini maka kuterima saja pekerjaan di sebuah wartel kecil di dekat rumahku. Pikirku, lebih baik bekerja apa saja daripada menganggur. Toh, aku tidak bias berharap mendapat pekerjaan di perusahaan elit. Siapa yang peduli pada anak seorang pengemudi becak dan buruh cuci pakaian. Pekerjaan yang ditekuni bapak dan emak untuk membesarkan kami bertiga. Yono, adikku, tahun ini akan lulus STM. Entah akan bekerja di mana dia. Aku dengar, tetanggaku akan mengajaknya bekerja sebagai kondektur bis kota. Adikku yang bungsu, Fitri, masih duduk di kelas 4 SD. Dia sakit-sakitan. Sering keluar masuk rumah sakit, menambah beban bapak dan emak. Dokter mengatakan dia menderita leukemia.
Dari pekerjaanku di wartel, aku sedikit mendapatkan uang. Aku juga mendapat kenalan-kenalan baru, teman-teman baru. Salah satu pengunjung tetap wartel tempat aku bekerja adalah Wawan. Seorang pemuda perantau dari Semarang yang bekerja sebagai buruh pabrik tekstil, tak jauh dari rumahku. Hubungan kami semakin dekat, bapak dan emak pun tahu kalau kami pacaran. Kadang, di waktu liburku, Wawan mengajakku pergi jalan-jalan. Kadang kami ke Tawangmangu atau Baron. Aku menikmati saat-saat itu. Dan fantasiku melambung jauh…. hingga aku terlena dan suatu hari hal yang tidak sepantasnya kami lakukan…..
Aku ketakutan…. tetapi semua sudah terlambat. Masih beruntung Wawan tidak lari dari tanggung jawab. Tapi aku tidak mampu mengakuinya di depan bapak dan emak. Apalagi, Fitri sedang dirawat di rumah sakit. Satu bulan, dua bulan, ….. lama kelamaan usia kandunganku bertambah. Bapak dan emak tidak sempat memperhatikan perubahan fisikku karena mereka disibukkan dengan kondisi Fitri yang makin memburuk.
Memasuki bulan kelima, aku tidak sanggup lagi. Aku mengajak Wawan untuk pergi meninggalkan rumah orangtuaku. Kami hanya mampu menyewa sebuah kamar kecil di perkampungan kumuh jauh di sebelah utara kota. Hari kelahiran bayiku makin lama makin dekat. Aku tidak mempu mempersiapkan banyak hal untuk anakku. Aku hanya mampu membeli beberapa helai pakaian bayi. “Maafkan ibumu ini, Nak”, ratapku tiap kali aku mengingat bahwa aku tidak dapat menyambut kelahiran anakku dengan selayaknya.
Kelahiran itu semakin mendekat dan hari ini Wawan sengaja tidak bekerja, takut kalau tiba-tiba aku melahirkan. Malamnya, aku dilarikan Wawan ke bidang terdekat. Aku sudah tidak tahan lagi. Menjelang pagi, bayiku lahir dengan selamat. Ia seorang perempuan. Badannya mungil. Aku bahagia melihat anakku. Tetapi jauh di dalam hatiku, ada rasa sakit yang tidak dapat kuingkari. Baying wajah bapak dan emak muncul dalam benakku. Takut, sedih, menyesal. Semua teraduk menjadi satu.
Setelah beberapa hari, aku diizinkan pulang oleh bidang yang merawatku. Kudekap bayiku erat-erat. Aku dan Wawan pulang ke pondokan kami. Ketika hamper sampai di pondokan. Kakiku berhenti melangkah.
“Ada apa?”, tanya Wawan.
“…Ada orang berdiri di depan pondokan kita….. Aku…. Aku tidak salah lihat, Wan…. Bukankah…. Bukankah itu Emak?”, kataku tergagap.
Aku mengajak Wawan berbelok arah untuk menghindari Emak. Aku takut bertemu dengannya apalagi dengan bayi dalam gendonganku.
“…Tunggu!!!! Jangan pergi!!! Yati, Yati, ini Emak, Nak!.... Jangan pergi!!!” teriak Emak berulang-ulang. Emak berjalan tergesa-gesa menyusulku. Ketika ia sampai di hadapanku, dia sangat terkejut melihat bayi dalam gendonganku…. Lalu dia pingsan…..
Beberapa tetangga menolong kami mengangkat Emak masuk ke dalam pondokan. Selang beberapa waktu, ia siuman. Emak menangis. Dengan terbata-bata ia berbicara di antara isak tangisnya….
“…Nak, kenapa kau lakukan ini padaku…. pada bapakmu….Kau tahu, adikmu Fitri sakit-sakitan… Setelah kau pergi dari rumah, seminggu kemudian dia juga pergi…. untuk selamanya…Sakitnya hatiku ini……..kehilangan dua orang sekaligus dalam hidupku…. Bapakmu sudah seperti orang gila…Dia hanya duduk melamun di depan rumah…. sesekali saja ia makan…Aku mencarimu kemana-mana… hampir putus harapanku…. Beruntung, tetangga sebelah rumah memberitahuku…. Dia pernah melihatmu berjalan di sekitar daerah ini…. Berhari-hari aku berjalan mengitari daerah ini…. Kemarin, aku sampai di sini. Tetanggamu mengatakan sudah beberapa hari kau tidak pulang…. Aku masih berharp kau kembali…. Aku menunggumu sejak kemarin…..” Emak menghela nafas panjang…..
“….Nak, pulang ya…. Pulang….”, pinta Emak berkali-kali. Air matanya deras membasahi wajahnya yang tampak kusut dan lelah.
Aku menangis sejadi-jadinya di pangkuan Emak. Tangannya membelai lembut kepalaku. Air matanya deras mengalir membasahi wajahku. Air mata itu seakan menghapus semua rasa sakit dan pedih yang selama ini menyesak di hatiku…. Tak ada kata yang mampu kuucapkan…. Tapi di hatiku berulang-ulang kukatakan “maafkan aku….. maafkan aku…. Dan aku juga tahu Emak sudah melakukannya ……”
1 comment:
Anna, cerita yang kamu tulis lebih cocok untuk kumpulan kisah-kisah yang membesarkan hati-semacam Chicken Soup for the soul dengan topik forgiving (memaafkan). untuk cerita pendek yang biasa dimuat di majalah, ceritamu kurang konflik berliku. hamil di luar nikah makin jadi hal biasa di jaman sekarang. mungkin cerita bisa dibelakbelokkan dengan cara begini : saat umur kehamilan masih muda, dan wawan belom tau kalo Yati hamil, ia keguguran. Tapi ia tak mau kehilangan wawan. kebetulan ia ketemu pasutri yang sedang mencari ibu pengandung ato surrogate mother. so, Yati menawarkan diri dengan menyewakan rahimnya (dengan bayaran tinggi) kepada pasutri itu. kalo bayi itu lahir, Yati akan membujuk Wawan menjual bayi itu dengan alasan himpitan ekonomi. sekian tahun kemudian baru wawan tahu kalo selama ini yati bohong padanya..... ya, begitu saja komentarku. coba untuk melikalikukan konflik. coba terus dengan crita lain....
Post a Comment