1/1/09

SCOLIOSIS: TIDAK MEMATIKAN TETAPI BISA MERUSAK

Pertama kali mendengar kata scoliosis pada usia 21 tahun, saya tidak pernah menyangka kalau kondisi penderita scoliosis dapat seperti berada dalam pusaran gelombang tanpa tahu kapan berakhir. Pada usia 21 tahun, orang tua saya mengajak saya berkonsultasi pada seorang dokter spesialis tulang. Dia mengatakan bahwa saya menderita scoliosis berbentuk huruf S terbalik. Dokter hanya menganjurkan agar saya menggunakan brace khusus penderita scoliosis. Tetapi, kata dokter itu lagi, pada lewat usia 23 tahun, pertambahan kurva scoliosisnya akan berhenti dengan sendirinya. Dengan penjelasan seperti itu, saya tidak pernah menganggap scoliosis sebagai sesuatu yang harus diperhatikan dengan serius. Oleh karena itu saya menjalani aktivitas sehari-hari saya tanpa strategi khusus karena kondisi punggung saya tersebut. Walaupun, saya saat itu sudah merasakan sedikit rasa nyeri di punggung sebelah kanan setiap kali saya beraktivitas lebih banyak dari biasanya.

Sekarang, setelah berjalan 14 tahun, saya tidak merasa sesuatunya membaik atau pertambahan kurva scoliosis yang sudah berhenti, justru kondisi yang semakin tahun semakin memburuk. Berawal pada tahun 2006 ketika saya semakin merasakan nyeri yang cukup sering, saya memberanikan diri berkonsultasi ke dokter bedah ortopedi. Benar seperti apa yang saya takutkan. Dia mengatakan, scoliosis saya sudah cukup serius dan harus dilakukan tindakan operasi untuk mencegah kemungkinan lain yang lebih buruk. Dia juga memberikan rekomendasi dokter yang dianggap cukup kompeten untuk melakukan operasi koreksi scoliosis beserta perkiraan biayanya. Tidak hanya itu, dokter tersebut juga memberikan gambaran bagaimana tindakan-tindakan yang akan saya terima jika saya menjalani operasi koreksi tersebut. Mendengar penjelasan dokter, tentu saja bayangan saya sebagai orang yang awam di bidang medis sangat mengerikan. Bukan saja operasi tersebut adalah operasi yang membutuhkan waktu cukup lama yaitu 6-8 jam, tetapi operasi tersebut juga cukup rumit karena inti operasi tersebut adalah mengoreksi susunan ruas tulang belakang.

Satu tahun saya memikirkan hal tersebut sambil terus bertanya sebanyak mungkin informasi tentang scoliosis. Dalam masa satu tahun tersebut, kondisi fisik saya semakin tidak nyaman. Nafas sering sesak walau hanya untuk beraktivitas ringan menurut ukuran kondisi orang normal. Berjalan terlampau cepat dapat membuat nafas saya tersengal. Naik turun tangga dapat membuat punggung yang sudah nyeri semakin nyeri. Keadaan ini akan bertambah buruk jika saya terkena flu dan pilek atau batuk yang berkepanjangan. Scoliosis bagi saya seperti seutas tali yang amat kuat yang pelan tapi pasti membelenggu tubuh saya, hingga suatu saat seluruh tubuh saya terikat kuat dan tidak dapat bergerak lagi.

Percakapan dan sharing dengan teman-teman, hamba-hamba Tuhan, maupun konselor Kristen menolong saya untuk menggumulkan kondisi ini dengan lebih dalam bersama Tuhan. Sering, bahkan amat sering, dalam emosi saya merasakan nyeri berkepanjangan, air mata fisik tidak dapat menghilangkannya. Ketika dengan hati yang amat dalam saya menangis dan mengatakan kepada Tuhan bagaimana sakitnya punggung saya, dari sana saya biasanya mendapat kekuatan untuk menghadapi rasa nyeri itu. Dalam kondisi seperti ini, saya masih berharap bahwa fisioterapi, olah raga dapat menghambat pertambahan kurva scoliosis saya. Akan tetapi ternyata hal itu tidak terjadi. Sebulan yang lalu ketika saya kembali berkonsultasi pada dokter yang sama seperti waktu setahun yang lalu, dia tetap mengatakan operasi adalah tindakan satu-satunya. Dengan hasil rontgen, dokter justru menambahkan bahwa kondisi kurva tulang belakang tersebut sudah mempengaruhi ruang gerak paru-paru. Hal ini menyebabkan saya cepat lelah, nafas sering tersengal, karena pasokan oksigen dan ruang kerja paru-paru yang tidak optimal.

Banyak pikiran, pertimbangan, emosi dan ketakutan bercampur dalam pikiran dan hati saya. Memang benar Tuhan pasti punya rencana atas hidup anak-anak-Nya. Saya tahu hal itu. Memang benar Tuhan bisa melakukan perkara yang besar dalam hidup anak-anak-Nya. Saya menyakini itu. Memang benar Tuhan mampu melakukan mukjizat sampai saat ini. Saya mengamini hal itu. Akan tetapi, di satu sisi, saya juga tahu bahwa Tuhan memberi kita akal budi, hikmat untuk berusaha. Tuhan juga memiliki waktu-Nya sendiri yang kadang-kadang tidak bisa disamakan dengan waktu kita. Saya juga tahu ada kenyataan-kenyataan yang masih harus saya lalui di luar harapan-harapan transeden tersebut. Dan di sini, saya, harus cepat menentukan keputusan apa yang harus saya ambil untuk kondisi ini. Operasikah? Mampukah saya benar-benar meletakkan keperluan biaya yang cukup besar dengan iman di tangan Tuhan? Beranikah saya melangkah ke meja operasi dengan keteguhan hati? Dan beranikah saya jika kenyataan akan berkata lain bahwa bukan kesembuhan tetapi justru risiko paling buruk dari operasi yaitu kelumpuhan, yang harus saya alami? Apa yang akan saya lakukan jika kelumpuhan benar-benar kenyataan yang harus saya alami? Apakah saya harus menyalahkan Tuhan karena membiarkan saya menjalani operasi? Dapatkah orangtua dan saudara-saudara saya menerima kenyataan terburuk tersebut? Apakah orangtua dan saudara-saudara saya tidak akan menyalahkan saya kalau kelumpuhan itu benar terjadi karena merekalah yang paling keras berteriak “jangan operasi” saat ini? Ataukah saya akan mengikuti anjuran yang menyarankan saya mengikuti penyembuhan Ilahi? Ataukah saya benar-benar berani membiarkan scoliosis ini tetap bertambah parah hingga perlahan-lahan melemahkan dan melumpuhkan saya?

Apa yang ada di depan saya benar-benar bukan sesuatu yang cukup jelas atau samar-samar bahkan saya ingin katakan saya tidak tahu apa pun yang ada di depan saya. Saya hanya dapat berjalan perlahan ke depan sambil dengan sangat hati-hati menentukan apa yang dapat saya lakukan saat ini. Bagi saya, dengan kondisi ini, seringkali membuat saya ingin melakukan banyak hal selagi saya mampu. Akan tetapi, saya berulang kali harus mengakui bahwa tidak banyak yang bisa saya lakukan dengan kelemahan fisik ini. Kelemahan ini seperti sebuah penjara bagi saya sehingga saya harus menahan diri untuk tidak dapat melakukan segala hal yang saya ingin lakukan. Dan ketika saya menyadari bahwa saya tidak mampu melakukan banyak hal yang ingin saya lakukan, saya akui saya seringkali menangis dalam hati saya; marah; kesal; juga kecewa; dan jengkel. Kenyataan inilah kemudian yang membuat saya mengubah keinginan saya ketika saya ingin melakukan banyak hal saya mengubahnya dengan melakukan sedikit yang bisa saya lakukan tetapi dengan usaha terbaik yang bisa saya berikan. Bukan sesuatu yang mudah mengubah keinginan tersebut dalam hati saya. Tetapi selagi saya tidak tahu apa yang akan ada di depan saya, saat ini yang bisa lakukan, saya akan berusaha melakukannya dengan usaha terbaik saya. Dan jikalau sesuatu yang buruk terjadi di depan saya, walaupun saya tidak tahu apa yang akan saya lakukan. Saya harap saya tidak pernah menyesal karena sebelumnya saya telah berusaha melakukan sedikit hal dengan apa yang terbaik yang sama miliki bersama-Nya.


27 September 2007

6 comments:

Unknown said...

judul yang penting mba.
mba, bagaimanakah kelanjutan cerita mba yang satu ini, apakah mba jadi operasi atau tidak?, kebetulan saya juga penderita yang sama 'scoliosis' juga mendera dalam tubuh saya, saya tahu kettika umur saya 19 da sekarang umur saya sudah 21, saya tidak pernah membayangkan jika scoliosis ini membutuhkan perhatian yang lebih, jika ada saran atau tempat konsultasi, mohon diberi infonya dan juga harganya plaese, thanks :)

ur_info@blogger.com said...

moga2 ga basi y klo saya comment skg...
saya jg da scoliosis. termasuk parah....
kedeteksi sejak umur 13 tahun. skg umur saya 21 tahun. saya jg ngrasain yg dirasain kakak anna. saya n klrga mutuskan ga operasi karena biaya mahal n risiko besar. selama sekitar 7 th sy terapi aja. lmyn ngurangin rasa nyeri.
selama ini klo beraktivitas di luar rumah, saya berusaha menyembunyikan dengan memakai jaket hoody.
kdg saya melihat di kaca, kondisi saya lbh baik. tp kadang sebaliknya. hal tersebut mgkn karena saya melakukan terapi sendirian, pdhl lebih baik bila dibantu org lain
saya ingin memberitahukan tempat terapi saya yg mungkin dapat membantu. terapis tersebut tidak menerima uang sama sekali. ia ingin beramal.
kalau tertarik, comment ini boleh di-comment balik.
semoga bisa terus semangat :)

posting me said...

ketika sma kurang lebih tahun 2005-2006 saya sedang ditest senam lantai oleh guru saya.

ketika itu sya baru tau klo punggung saya berbeda namun sya menyepelekanNYa..karena biaya yg sangat mahal sekali.

ketika umur 20 thun, sya semakin sadar bahwa sesak napas sya semakin kambuh sampai sekarang ketika umur saya 21 thn..
sya terus mencari info, ternyat butuh penanganan serius!!!

adakah alternatif murah untuk mengobati tersebut, saya rasa tdk bisa sya larut sedih terus..

benar juga, sya harus bisa memanfaatkan sisa waktu saya..,
tp saya jg ingin berusaha sembuh..
help me???contact ke email : rinda_ciwit@yahoo.com
atau 0857 220 51793

terimakasih kawan n mba yg telah mempost ini.

Unknown said...

Saya didiagnosa scoliosis juga pada saat saya berumur 17th dan solusinya dr dokter hanya renang / operasi. Dg resiko 95% adalah lumpuh total kalau operasinya gagal. Akhirnya saya menyepelakan. Dan skrg umur sy 24th. Benar² merubah bagian organ dalam saya. Dada saya sakit, kdg2 jantung saya sakit dan sy mulai merasa sesak nafas. Rasanya down sekali, krn bagi penderita scoliosis tdk ada obatnya. Hanya mengandalkan brace yg kalau dipakai sangat menyiksa, dan olahraga renang setiap hari.

Unknown said...

dimana ka tempat terapis nya?

Unknown said...

Kalau boleh tau dman ka?